Sabtu, 01 November 2008

Menjamuri Psikologi

Bulan yang sama tahun yang berbeda,.tapi masih dengan deja vu yang serupa, akan paranoia yang terus berulang dengan monster-monster yang terus berganti.

Wujudnya terus berekspansi; mulai dari tokoh-tokoh fiksi hingga 'teman-teman' di dunia busuk ini. Menghantui mimpi-mimpi dan hari, dengan ketakutan yang paling permukaan hingga sudut yang paling mendalam. Rasa klasik akan hari-hari yang terus diseret dengan paksa terus berulang, dengan apologi dan penyangkalan akan mati yang sungguh masih serupa,..serupa banalnya hingga ia bahkan menjadi hantu yang baru.
Ah,..sungguh aku ini seorang penakut yang buruk.
Berulang kali meruap amarah dan semakin membenci hari, diri, dan dunia yang semakin nampak seperti ilusi. Alienasikah ini?
Kemarin-kemarin aku sempat meyakinkan diri bahwa semua ini memang sekedar ilusi...namun sungguh, apakah ada yang sebetulnya nyata? Keyakinan akan sesuatu tidak membuatnya menjadi bukan ilusi. Lompatan lompatan dari dongeng ke dongeng yang memabukkan, yang semakin saja membingungkan. Akankah datang lagi hari dimana semua orang nampak seperti robot-robot yang (lagi-lagi) menakutkan? Mayat-mayat hidup dengan tawa manis yang mekanis, derai tangis yang taktis..

Minat terus berganti seiring bergantinya bentuk teror kegalauan. Waktu kian meruntuh menjadi satu wujud lubang hitam yang menghisap kedalam kekosongan; pun minat akan kehidupan tidak terus berkembang. Seperti tanaman yang sendirian, ia justru semakin melayu.

Nyaris penghujung tahun; angka-angka penanggal yang sama seperti tahun lalu. Tidak ada perkembangan yang signifikan dalam meramu obat demi mengatasi paronia ini.
Lagi-lagi merasa terusir dan kehilangan 'tempat' bernaung yang kini berwujud sekumpulan manusia. Betapa kini mendadak mereka nampak begitu alien dan menyesakkan.

Hari edukasi tipu yang bodoh dan membosankan.
Kemarin itu, datangnya hujan selama dua hari penuh dan terik mentari pada hari berikutnya, membangkitkan sedikit harapan temporer.
Jamur,----ya, jamur! Ia tentu akhirnya akan datang.
Jamur tawa, 'magic mushroom' yang sering disebut-sebut di kisah-kisah klasik itu,, seringkali pada waktu-waktu sebelumnya, ia membangunkan harapan.
Dan benar, datanglah ia ditengah kebosanan akut yang melanda. Bahkan tanpa perlu kutukar dengan nilai tukar produk peradaban yang bodoh itu. Ia datang dengan bebas dan gratis, lagi-lagi dari seorang temanku yang sangatlah baru.


Astaga,-aku sangat butuh mengusir biru!


Maka dengan bantuan sedikit bumbu ia mengisi perutku yang sama sekali tidak diisi makanan sejak hari sebelumnya.
Menit demi menit berlalu,..warna-warni di tellievisiie menari-nari semakin jadi. Tawa membahana dari film pada dvd. Dan jamur ini, sesuai reputasinya,..ia membuaskan imajinasi, warna warni fantasi, denting-denting irama geli yang menggila.... dan persis seperti spiral yang berputar semakin cepat, semua warna dan bunyi itu beradu dan menjadi semakin familiar. Rasa familiar yang saat itu justru aku ingin hindari. Ia menjelma menjadi sosok-sosok diri, manusia, dan hawa-hawa suasana yang memaksa untuk dihadapi.

Sialnya dengan jamur ini, ia selalu memaksa untuk tetap terbangun dan berhadapan dengan hantu-hantu mental yang ingin aku jauhi. Aku meringkuk dalam-dalam. Semua kata berhamburan di kepala. Jerit frustasi menggema di rongga kepala yang terasa seperti bola sepak yang hanya berisi udara. Fisikku menjelma menjadi sekedar bungkus. Sungguh, rasanya semakin nyata saat itu, aku, hanyalah aku. Sama sekali bukan tubuhku, sama sekali bukan imaji yang nampak dariku. Sosok tak berwujud yang mengambang dan terus berotasi dengan gerakan spiral kedalam. Seperti angin beliung mini. Sosok-sosok dan diri-diri yang menghantui ketakutanku memaksaku berkonfrontasi. Kekasih-kekasihku yang terasa semakin seperti imaji tanpa arti dari hari ke hari. Teman-temanku yang diam-diam kuanggap saudara, yang belakangan ini perlahan-lahan menjelma menjadi wujud hantu-hantu baru yang memancing paranoiaku. Kesepian makro yang terus merangsaki diri. Lingkungan yang robotic dan alien. Dunia yang begitu absurd dan menuju kehancurannya sendiri. Masyarakat utopis yang begitu jauh. Berbagai ilusi bodoh yang terus dipercaya orang-orang (yang juga terus mencoba memaksamu untuk ikut mempercayainya), dan perlahan seolah menjadi semakin nyata.










Aku menghabiskan setengah hari dalam kondisi mabuk jamur; - mabuk satu-satunya yang tidak memanipulasi emosimu, namun justru mengaduk-aduk psikologimu, dan membiarkanmu dalam keadaan tetap sadar, hingga kamu dapat mengingatnya.

Sudah malam ketika aku betul-betul dapat memegang kontrol otakku untuk dapat berbicara. Karena memang ketika menjamur, sungguh sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain. Pun ia adalah seorang kekasih. Sangat asing rasanya ketika aku lalu menatap cermin di kamar mandi. Sungguh sulit dipercaya bahwa refleksi cermin itu memaksakan untuk menjadi sosok imaji akan diriku. Ia nampak begitu asing.

Tapi mengusir paranoid ini, menjamur terasa membantu. Rasanya seperti lega dan lebih jernih, seperti baru saja dicuci.
Lelehan hitam di sekitar mataku mengingatkan tadi rasanya aku memang dengan lebih lega dan jujur terus berganti-ganti tanpa pola; antara tangis, diam termangu, dan tertawa. Ekspresi yang terasa tidak hampa karena kejujurannya yang absolut.
Ketika mendapatkan sedikit energi dan kontrol fisik yang perlahan kembali, aku mencoba melakukan beberapa komunikasi (ya, yang termediasi). Meluruskan beberapa hal yang ikut menjadi sumber kembali mengakutnya fase paranoidku, dengan menepiskan keraguan yang kumiliki sebelum menjamur tadi, bahwa jawaban yang kudapat adalah konfirmasi bahwa ketakutanku merupakan kenyataan.
Disamping hasil konfirmasi bahwa ternyata ketakutanku adalah ilusi bukannya kenyataan, betul, jamur magis/ jamur meditasi/jamur khayal ini adalah substansi yang memicu badai psikologis. Tapi yah, badai tidak selalu berakhir dengan depresi yang baru :D hasil badai ini benar-benar mengalahkan antidepressan,--tipe apapun!