Rabu, 10 Februari 2010

Ketika kita sama-sama menelan apa yang sempat kita muntahkan.

Apapun kutuk yang kau lempar untuk semua diluar dirimu--bukankah itu semua hanya pembenaranmu? Kita telah berjalan cukup jauh, untuk memahami bahwa kita tak akan pernah memahami kebenaran apapun, selain yang untuk diri kita sendiri.

Lucu untuk menatap cinta; cinta yang selalu kau koar-koarkan.
Dibalik tirai-tirai penyangkalan itu...nampaknya cinta apapun yang kita bicarakan, tak lebih dari cinta pada diri sendiri.
Aku tak mampu bicara hal abstrak seperti cinta kepada seseorang yang membuang cinta teman seperjalanan ketika ia tak membutuhkannya lagi.
Atau justru itu inti dari pembicaraanmu?
Segala cinta berbuih ludah yang kau cipratkan itu?
Apakah teman hanyalah teman ketika kita melihat bagian dari diri kita padanya?
Dan ketika ia menyangkalmu, apa membuangnya adalah semudah membuang tinja kemarin lusa?

Aku telah menatap ular yang terbaring di jalanku cukup lama.
Lidahnya berbisa; hanya racun yang dapat ia bagi kepadaku.
Selagi ia menggigitku, ia tersenyum manis, terlalu manis.
Kadang rasanya muak, tapi aku hanya menatapnya. Bertahun telah lewat tapi sulit untukku membencinya. Karena mungkin, ia menyembur racun hanya karena ia adalah ular--mungkin sungguh bukan salahnya. Tapi kamu tahu, bisa nya menari-nari dalam darahku. Nadi ku meretas karena ular itu. Dan kini ketika aku hendak beranjak meninggalkannya, entah rasa apa yang bermain dalam darahku ketika kutatap ular itu merengkuhmu sambil terkikik manja...dan kau membelainya.
Apa ia memberimu nyaman? Tahu kan, nyaman yang selalu kau kutuk itu.

Aku hilang hasrat mengatakan apapun kepadamu...yaya, lagipula bukankah kau adalah tuhanmu sendiri atau apalah itu. Jadi seperti katamu, kau memilih sendiri langkahmu.
Apa kita semua mati setelah hanya memori yang tersisa?
Kini setelah aku beranjak pergi dan memunggungimu, apakah benar kau akan mati bagiku? Membusuk, dead and crassed?
...karena aku pun bosan dengan melankolia tak berkesudahan.
Namun aku juga lelah dengan segala koar yang tak membawa kita kemana-mana.
Kau bertanya bukti, tapi mana buktimu??
Adakah dari kita yang hanya duduk diam disini, manja dalam orgasme-cinta-diri kita ini, memiliki bukti apapun untuk pembenaran yang gaungnya telah kita putar ulang berkali-kali?
Aku lelah dengan koar kita yang penuh pura-pura.
Terserah denganmu, tapi ketika aku masih menyembunyikan badanku dari peperangan langsung,, aku tak akan berpura-pura bahwa aku...tahu kan, sudah melakukannya.

Jadi mungkin ketika kita masih tetap menelan apa-apa yang sempat kita muntahkan;
untukmu ular dan para pemujamu, dan untukku...tangan apapun yang menyambutku di jalan ini.


talk the walk, walk the talk.
could you really really walk and talk at the same time.?

Tidak ada komentar: